KOTA DAN PERMASALAHAN
Kota
bukanlah lingkungan buatan manusia yang dibangun dalam waktu singkat, tetapi merupakan lingkungan yang
dibentuk dalam
waktu
yang relative panjang. Kondisi wilayah perkotaan sekarang ini merupakan akumulasi dari setiap tahap perkembangan yang terjadi sebelumnya dan dipengaruhi
oleh berbagai macam faktor (politik, ekonomi dan sosial budaya). Dapat pula dikatakan bahwa kota merupakan sebuah artefak urban yang kolektif dan pada proses pembentukannya
mengakar dalam budaya masyarakat. Pada ruang-ruang kota tersebut tercipta
lingkungan fisik, sebagai tempat warga kota beraktivitas, dalam bentuk yang sangat kompleks. Berbagai kepentingan,
kesibukan dan kehangatan bergelut di dalamnya. Keramaian penduduknya
bukan saja karena banyaknya jumlah orang yang menghuninya dan lalu lintas yang hiruk pikuk, melainkan juga karena irama pertumbuhan kota itu sendiri. Keramaian itu merupakan gejala terjalinnya sekian banyak kebutuhan dan peranan yang terdapat di dalamnya
Kota adalah daerah yang menjadi pusat kegiatan pemerintahan, ekonomi, dan kebudayaan. Pada
umumnya
kota
mempunyai cirri-ciri banyaknya fasilitas umum yang tersedia (seperti pertokoan,
rumah sakit dan sekolah). Selain itu, lapangan pekerjaan di kota lebih beragam dibandingkan dengan di desa. Pada umumnya para pekerja membentuk organisasi berdasarkan pekerjaan atau profesi. Beberapa organisasi dibentuk berdasarkan
kesamaan kepentingan dan gaya hidup seperti, organisasi dokter, organisasi
pencinta buku, atau organisasi olah raga. Dalam kehidupannya, penduduk
kota
memerlukan
banyak pelayanan seperti listrik, air, sanitasi, telepon dan angkutan
umum. Oleh sebab itu, kota memerlukan pengelolaan, pengaturan dan penanganan yang matang
agar semua kegiatan berlangsung dengan baik.
Ada beberapa tipologi kota yang pernah muncul dalam sejarah kota-kota di Indonesia. Paling
tidak dapat dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu:
1. Kota tradisional, yaitu yang diterapkan oleh penguasa pada waktu mendirikan pusat-pusat
kerajaan seperti Yogyakarta dan Surakarta.
2. Kota-kota dagang pra-kolonial dan awal colonial seperti Banten, Cirebon dan Surabaya.
Tipe ini
secara
prinsipil
dapat
dikategorikan
sebagai
kota-kota dengan konsep
kota tradisional yang telah mengalami modifikasi, meskipun
dominasi feodal masih sangat dominan.
3. Kota colonial moderen, yang secara
prinsipil mengacu kepada
konsep kota moderen- industrial dari
negara-negara industri maju. Pada
masa colonial Belanda, sebagian
hak otonomi diberikan oleh Negara kepada penduduk kota
yang berstatus warga kota.
Sebagian besar kota-kota di Indonesia pada dasarnya berasal dan berakar dari perkembangan
kota-kota tradisional dan
kota-kota colonial.
Konsep
kota tradisional
di
Indonesia merupakan
konsep kota yang
berakar pada peradaban agraris yang
bersifat tertutup. Konsep
kota
tradisional
Jawa adalah salah satunya. Struktur pemerintahan
yang berkembang
pada masa itu adalah struktur
pemerintahan patrimonial. Legitimasi kebudayaan
kota
terpusat pada legetimasi keagamaan raja. Tradisi Hinduisme dan Budhisme yang datang dari India mempunyai pengaruh yang kuat terhadap ritual dan symbol-simbol kota. Demikian pula halnya dengan pengaruh tradisi budaya Islam dalam penyusunan tata ruang kota, arsitektur bangunan dan symbol-simbol kota seperti yang tampak dalam bangunan-bangunan mesjid, pakaian dan upacara-upacara tradisi dan keagamaan.
Pada konsep kota tradisional, tidak terbentuk komunitas
urban yang terbuka. Kehidupan kota berlangsung berdasarkan aliansi antara kelompok-kelompok social-kultural dengan kelompok- kelompok social-religius, yang sampai batas
tertentu
memiliki hak-hak otonomi. Kota dagang
tradisional di Indonesia
tidak dibangun
berdasarkan
kebersamaan sebuah system nilai, melainkan- dengan meminjam istilah dari van Leur-merupakan semacam konvederasi
dari kelompok-kelompok
social-kultural. Pemerintah kota memberlakukan system nilai local pada tingkat yang sangat umum, sedangkan
setiap kelompok mempertahankan system
nilai
sendiri di dalam
kampung mereka masing-masing. Kehidupan social perkotaan hanya berkembang di dalam kampong, bukan pada
tingkat kota.
Pada prinsipnya, kota-kota tradisional di Indonesia didominasi oleh kekuasaan otoriter yang berorientasi kepada system nilai tradisional yang sacral. Sebaliknya,
menurut prinsip kota moderen,
kota
harus bersifat terbuka bagi semua orang
dan
merupakan komunitas yang dibentuk berdasarkan
kesepakatan bersama antara
kelompok-kelompok
yang setera, dengan tujuan membangun
kehidupan bersama. Kota moderen adalah tempat tawar-menawar, jual-beli, memberi-dan mendapatkan apa yang diinginkan.
Setiap kelompok
harus mampu menekan sebagian kepentingan
kelompok mereka sendiri, demi terbentuknya komunitas urban yang heterogen secara etnis-religius.
Urbanisasi merupakan salah satu factor pemicu perkembangan kota. Terjadinya perpindahan penduduk dari
desa ke kota
disebabkan
oleh
berbagai
factor, baik factor penarik
maupun pendorong. Perkembangan industri dan perdagangan di kota merupakan factor penarik yang
menyebabkan banyak orang untuk mendatanginya. Keinginan mendapatkan penghasilan yang lebih baik untuk mencukupi kebutuhan hidup merupakan
penyebab utama terjadinya urbanisasi. Namun
sering keinginan tersebut tidak diikuti dengan keterampilan yang memadai, sehingga mereka tidak
diterima di sector formal yang
menuntut keahlian tertentu. Pendidikan yang mereka andalkan tidak cukup untuk memasuki sector formal yang menuntut keahlian tertentu di perkotaan. Akibatnya
mereka hanya bisa memasuki sector-sektor informal seperti berdagang dsb.
Berbagai fasilitas dan “kemudahan”
untuk mendapatkan uang serta status sosial juga merupakan daya tarik tersenidiri. Selain itu juga sarana dan prasarana pendidikan dan rekreasi yang
tersedia di kota juga mempunyai daya tarik yang tak kalah pentingnya. Sementara itu, pengaruh
media massa
dengan
segala
bentuk
pesan
yang ditawarkan dan
memamerkan pola kehidupan moderen kota, semakin menarik orang
untuk mendatangi kota untuk mengadu nasib dan
peruntungan..
Sementara faktor pendorong yang menyebabkan orang datang ke kota disebabkan oleh berbagai fasilitas
untuk hidup
dan lembaga pendidikan di desa
kurang memadai. Sempitnya lapangan pekerjaan
di
desa juga
menyebabkan orang mencari
pekerjaan di kota. Lapangan
pekerjaan yang tersedia di desa sangat terbatas, kebanyakan berada di sektor pertanian dan upah yang kurang memadai. Bagi generasi muda, bekerja menjadi petani atau buruh tani yang berpanas-
panas dan bermandikan lumpur, kotor dan bau merupakan pekerjaan yang dianggap kurang menarik dan tidak bergengsi. Pada umumnya mereka lebih suka memilih pekerjaan di sektor-sektor
formal
sebagai pegawai, baik di pabrik maupun
perkantoran yang
dianggap lebih bersih, bergengsi dan
menjanjikan kehidupan yang lebih baik.
Pertambahan jumlah penduduk yang tinggi di kota menimbulkan
berbagai masalah social.
Persoalan yang sering muncul adalah banyaknya perkampungan kumuh dan perumahan liar di pinggir-pinggir kota. Masalah tersebut disebabkan antara lain oleh ketidak-mampuan masyarakat miskin untuk memiliki rumah yang layak huni. Penyebab lainnya adalah ketidak-mampuan pemerintah kota untuk menyediakan sarana bagi masyarakat miskin.
Masalah lain yang dihadapi oleh penduduk
di kota adalah lapangan kerja yang semakin sempit. Masalah ini disebabkan oleh pertambahan
jumlah penduduk
yang begitu cepat, dibandingkan
dengan peningkatan jumlah lapangan kerja. Dampak dari masalah ini adalah
peningkatan tindak criminal. Lapangan kerja yang semakin sempit menyebabkan persaingan kerja yang ketat. Bagi orang-orang yang tidak mampu bersaing
dalam pekerjaan di sector formal, mereka
akan mencari pekerjaan di
sector informal, seperti berdagang kali
lima
atau pedagang asongan.
Sebagai pusat komunitas social dan cultural, kota menempati kedudukan
penting dalam
dinamika kebudayaan di Indonesia. Hubungan interaktif dan
dinamis antara
keduanya
pada dasarnya tidak
bisa dipisahkan.
Dinamika kehidupan
kota pada hakekatnya mempengaruhi dinamika kebudayaan
dan begitu pula sebaliknya. Perjalanan sejarah di Indonesia
menunjukkan
bahwa semenjak awal kelahiran kota-kota maritim dan agraris atau kota-kota perdagangan pada masa colonial, sampai masa terbentuknya kota-kota moderen pasca kemerdekaan, kota-kota di
Indonesia secara
dinamis
telah
memainkan peranan penting
dalam kehidupan
masyarakat Indonesia, tidak saja sebagai pusat politik, ekonomi dan pemerintahan, tetapi juga sebagai tempat berlangsungnya
proses transformasi dan konfigurasi berbagai unsur kebudayaan luar dan local di
Indonesia.
Banyak hal yang
dapat dikaji mengenai kota dalam kaitannya dengan berbagai aspek
kehidupan, sebab kota merupakan sebuah jaringan yang saling berkaitan dalam dinamika sejarah. Secara terinci hal itu akan dibahas oleh para pemakalah
di dalam diskusi yang akan berlangsung
selama dua hari ini. Para pemakalah yang ahli di bidangnya, akan mempresentasikan dan
mendiskusikan tema-tema yang menarik di
hadapan kita semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar