Sabtu, 18 Juni 2016


KOTA DAN PERMASALAHAN

Kota  bukanlah lingkungan buatan  manusia  yang dibangun dalam  waktu  singkat, tetapi merupakan  lingkungan  yang  dibentuk  dalam  waktu  yang  relative  panjang.  Kondisi  wilayah perkotaan sekarang ini merupakan akumulasi dari setiap tahap perkembangan yang terjadi sebelumnya dan dipengaruhi oleh berbagai macam faktor (politik, ekonomi dan sosial budaya). Dapat pula dikatakan bahwa kota merupakan sebuah artefak urban yang kolektif dan pada proses pembentukannya mengakar dalam budaya masyarakat. Pada ruang-ruang kota tersebut tercipta lingkungan fisik, sebagai tempat warga kota beraktivitas, dalam bentuk yang sangat kompleks. Berbagai kepentingan, kesibukan dan kehangatan bergelut di dalamnya. Keramaian penduduknya bukan saja karena banyaknya jumlah orang yang menghuninya dan lalu lintas yang hiruk pikuk, melainkan juga karena irama pertumbuhan kota itu sendiri. Keramaian itu merupakan gejala terjalinnya sekian banyak kebutuhan dan peranan yang terdapat di dalamnya

Kota adalah daerah yang menjadi pusat kegiatan pemerintahan, ekonomi, dan kebudayaan. Pada umumnya kota mempunyai cirri-ciri banyaknya fasilitas umum yang tersedia (seperti pertokoan, rumah sakit dan sekolah). Selain itu, lapangan pekerjaan di kota lebih beragam dibandingkan dengan di desa. Pada umumnya para pekerja membentuk organisasi berdasarkan pekerjaan atau profesi. Beberapa organisasi dibentuk berdasarkan kesamaan kepentingan dan gaya hidup seperti, organisasi dokter, organisasi pencinta buku, atau organisasi olah raga. Dalam kehidupannya, penduduk kota memerlukan banyak pelayanan seperti listrik, air, sanitasi, telepon dan angkutan umum. Oleh sebab itu, kota memerlukan pengelolaan, pengaturan dan penanganan yang matang
agar semua kegiatan berlangsung dengan baik.
Ada beberapa tipologi kota yang pernah muncul dalam sejarah kota-kota di Indonesia. Paling tidak dapat dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu:


1.  Kota tradisional, yaitu yang diterapkan oleh penguasa pada waktu mendirikan pusat-pusat kerajaan seperti Yogyakarta dan Surakarta.
2.  Kota-kota dagang pra-kolonial dan awal colonial seperti Banten, Cirebon dan Surabaya.

Tipe  ini  secara  prinsipil  dapat  dikategorikan  sebagai  kota-kota  dengan  konsep  kota tradisional yang telah mengalami modifikasi, meskipun dominasi feodal masih sangat dominan.
3.  Kota  colonial  moderen,  yang  secara  prinsipil  mengacu  kepada  konsep  kota  moderen- industrial dari  negara-negara industri maju.  Pada  masa  colonial  Belanda,  sebagian  hak otonomi diberikan oleh Negara kepada penduduk kota yang berstatus warga kota.
Sebagian besar kota-kota di Indonesia pada dasarnya berasal dan berakar dari perkembangan kota-kota  tradisional  dan  kota-kota  colonial.  Konsep  kota  tradisional  di  Indonesia  merupakan konsep kota yang berakar pada peradaban agraris yang bersifat tertutup. Konsep kota tradisional Jawa adalah salah satunya. Struktur pemerintahan  yang berkembang pada masa itu adalah struktur pemerintahan patrimonial. Legitimasi kebudayaan kota terpusat pada legetimasi keagamaan raja. Tradisi Hinduisme dan Budhisme yang datang dari India mempunyai pengaruh yang kuat terhadap ritual dan symbol-simbol kota. Demikian pula halnya dengan pengaruh tradisi budaya Islam dalam penyusunan tata ruang kota, arsitektur bangunan dan symbol-simbol kota seperti yang tampak dalam bangunan-bangunan mesjid, pakaian dan upacara-upacara tradisi dan keagamaan.

Pada konsep kota tradisional, tidak terbentuk komunitas urban yang terbuka. Kehidupan kota berlangsung berdasarkan aliansi antara kelompok-kelompok social-kultural dengan kelompok- kelompok social-religius, yang sampai  batas  tertentu  memiliki hak-hak otonomi. Kota  dagang tradisional di Indonesia tidak dibangun berdasarkan kebersamaan sebuah system nilai, melainkan- dengan meminjam istilah dari van Leur-merupakan semacam konvederasi dari kelompok-kelompok social-kultural. Pemerintah kota memberlakukan system nilai local pada tingkat yang sangat umum, sedangkan  setiap  kelompok  mempertahankan  system  nilai  sendiri  di  dalam  kampung  mereka masing-masing. Kehidupan social perkotaan hanya   berkembang di dalam kampong, bukan pada tingkat kota.


Pada prinsipnya, kota-kota tradisional di Indonesia didominasi oleh kekuasaan otoriter yang berorientasi kepada system nilai tradisional yang sacral. Sebaliknya, menurut prinsip kota moderen, kota harus bersifat terbuka bagi semua orang dan merupakan komunitas yang dibentuk berdasarkan kesepakatan   bersama   antara   kelompok-kelompok  yang   setera,   dengan   tujuan   membangun kehidupan bersama. Kota moderen adalah tempat tawar-menawar, jual-beli, memberi-dan mendapatkan apa yang diinginkan. Setiap kelompok harus mampu menekan sebagian kepentingan kelompok mereka sendiri, demi terbentuknya komunitas urban yang heterogen secara etnis-religius.





Urbanisasi merupakan salah satu factor pemicu perkembangan kota. Terjadinya perpindahan penduduk  dari  desa  ke  kota  disebabkan  oleh  berbagai  factor,  baik  factor  penarik  maupun pendorong. Perkembangan industri dan perdagangan di kota merupakan factor penarik yang menyebabkan banyak orang untuk mendatanginya. Keinginan mendapatkan penghasilan yang lebih baik untuk mencukupi kebutuhan hidup merupakan penyebab utama terjadinya urbanisasi. Namun sering keinginan tersebut tidak diikuti dengan keterampilan yang memadai, sehingga mereka tidak diterima di sector formal yang menuntut keahlian tertentu. Pendidikan yang mereka andalkan tidak cukup untuk memasuki sector formal yang menuntut keahlian tertentu di perkotaan. Akibatnya mereka hanya bisa memasuki sector-sektor informal seperti berdagang dsb.

Berbagai fasilitas dan kemudahan” untuk mendapatkan uang serta status sosial juga merupakan daya tarik tersenidiri. Selain itu juga sarana dan prasarana pendidikan dan rekreasi yang tersedia di kota juga mempunyai daya tarik yang tak kalah pentingnya. Sementara itu, pengaruh media  massa  dengan  segala  bentuk  pesan  yang  ditawarkan dan  memamerkan pola  kehidupan moderen kota, semakin menarik orang untuk mendatangi kota untuk mengadu nasib dan peruntungan..

Sementara faktor pendorong yang menyebabkan orang datang ke kota disebabkan oleh berbagai  fasilitas  untuk  hidup  dan  lembaga  pendidikan  di  desa  kurang  memadai.  Sempitnya lapangan  pekerjaan  di  desa  juga  menyebabkan  orang  mencari  pekerjaan  di  kota.  Lapangan pekerjaan yang tersedia di desa sangat terbatas, kebanyakan berada di sektor pertanian dan upah yang kurang memadai. Bagi generasi muda, bekerja menjadi petani atau buruh tani yang berpanas-


panas dan bermandikan lumpur, kotor dan bau merupakan pekerjaan yang dianggap kurang menarik dan tidak bergengsi. Pada umumnya mereka lebih suka memilih pekerjaan di sektor-sektor formal sebagai pegawai, baik di pabrik maupun perkantoran yang dianggap lebih bersih, bergengsi dan menjanjikan kehidupan yang lebih baik.

Pertambahan jumlah penduduk yang tinggi di kota menimbulkan berbagai masalah social. Persoalan yang sering muncul adalah banyaknya perkampungan kumuh dan perumahan liar di pinggir-pinggir kota. Masalah tersebut disebabkan antara lain oleh ketidak-mampuan masyarakat miskin untuk memiliki rumah yang layak huni. Penyebab lainnya adalah ketidak-mampuan pemerintah kota untuk menyediakan sarana bagi masyarakat miskin.

Masalah lain yang dihadapi oleh penduduk di kota adalah lapangan kerja yang semakin sempit.   Masalah   ini   disebabkan   oleh   pertambahan   jumlah   penduduk   yang   begitu   cepat, dibandingkan dengan peningkatan jumlah lapangan kerja. Dampak dari masalah ini adalah peningkatan tindak criminal. Lapangan kerja yang semakin sempit menyebabkan persaingan kerja yang ketat. Bagi orang-orang yang tidak mampu bersaing dalam pekerjaan di sector formal, mereka akan mencari pekerjaan di sector informal, seperti berdagang kali lima atau pedagang asongan.

Sebagai pusat komunitas social dan cultural, kota menempati kedudukan penting dalam dinamika  kebudayaan  di  Indonesia.  Hubungan  interaktif  dan  dinamis  antara  keduanya  pada dasarnya  tidak  bisa  dipisahkan.  Dinamika  kehidupan  kota  pada  hakekatnya  mempengaruhi dinamika kebudayaan dan begitu pula sebaliknya. Perjalanan sejarah di Indonesia menunjukkan bahwa semenjak awal kelahiran kota-kota maritim dan agraris atau kota-kota perdagangan pada masa colonial, sampai masa terbentuknya kota-kota moderen pasca kemerdekaan, kota-kota di Indonesia  secara  dinamis  telah  memainkan     peranan  penting  dalam  kehidupan  masyarakat Indonesia, tidak saja sebagai pusat politik, ekonomi dan pemerintahan, tetapi juga sebagai tempat berlangsungnya proses transformasi dan konfigurasi berbagai unsur kebudayaan luar dan local di Indonesia.

Banyak hal yang dapat dikaji mengenai kota dalam kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan, sebab kota merupakan sebuah jaringan yang saling berkaitan dalam dinamika sejarah. Secara terinci hal itu akan dibahas oleh para pemakalah di dalam diskusi yang akan berlangsung selama dua hari ini. Para pemakalah yang ahli di bidangnya, akan mempresentasikan dan mendiskusikan tema-tema yang menarik di hadapan kita semua.